Bangkok, 15 Februari 2014
Tidak terasa baru istirahat sebentar sudah pagi lagi, saatnya menikmati beraneka menu breakfast yang telah disediakan di hotel sebelum memulai kembali perjalanan. Lanjut menuju propinsi Roi Et, masih di Thailand. Di tengah perjalanan, seperti biasa kami mampir untuk makan siang di salah satu pondokan pinggir jalan. Di sana lagi-lagi nyicip es krim khas-nya Thailand hampir mirip dengan yang di depan Wat Pho, Bangkok. Es krim yang dipatok seharga THB 25 (sekitar Rp.10.000) ini diisi ke dalam batok kelapa muda yang masih lengkap dengan dagingnya dan rasanya uenaaaak banget. Oiya, sebelum lupa di Buriram ini terdapat satu stadium yang merupakan kandang Buriram United, klub sepak bola yang terkenal di Thailand. Menurut penjelasan tour guide kami, katanya banyak pemain-pemain sepak bola handal Thailand hasil jebolan dari Buriram United ini. Dan dalam salah satu perjalanan kami selama di Buriram kami sempat melewati stadium ini, hanya lupa hari ini atau keesokannya.
Destinasi kami berikutnya, sekitar 4 jam dari Buriram, Phra Maha Chedi Chai Mongkol yang berlokasi di distrik Nong Phok, propinsi Roi Et. Lama-lama sudah mulai terbiasa bangun tidur makan tidur lagi di dalam bis. Dengan muka sembab karena tidur yang serba tanggung, aku pun turun bersama rombongan di pelataran parkir komplek wisata ini. Sekilas mungkin mirip dengan tempat wisata di Indonesia, model-model Kawah Putih, Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat dimana tidak jauh dari pelataran parkir ada pasar yang dipenuhi oleh penduduk lokal yang menjajakan barang dagangannya. Mulai dari baju kaos, gantungan kunci, makanan, alat musik dan suvenir-suvenir lainnya khas Roi Et.
Untuk menuju ke kuilnya sendiri yang terletak di puncak bukit Namyoi masih butuh naik ke atas lagi, bisa dengan berjalan kaki melewati jalanan yang bentuknya menyerupai tembok cina atau dengan menggunakan jasa angkutan yang disediakan. Jaraknya sih tidak begitu jauh, untuk yang ingin menikmati pemandangan dan tidak terburu-buru mungkin lebih baik mencoba rute berjalan kaki. Setibanya di komplek kuil, kami langsung disambut dengan nuansa putih berbalut emas yang menghias mulai dari pagar luar, chedi (stupa) dan delapan stupa yang lebih kecil mengelilingi chedi. Chedi ini memiliki panjang, lebar, dan tinggi serba 101 meter dan berdiri di atas 101 rai (sekitar 16,16 hektar) yang diambil dari nama propinsi Roi Et yang memiliki arti 101 dalam bahasa Thai.
Selain merupakan salah satu chedi terbesar di Thailand, di sini juga terdapat salah satu relik Buddha yang bisa kita temui di lantai paling atas chedi. Puas berfoto dan berdecak kagum melihat bagian eksterior, masuk ke dalam lebih terperangah lagi melihat bagian interiornya yang sangat detail. Tidak heran chedi ini sejak didirikan di tahun 1994 lalu sampai dengan kini masih belum rampung, karena di beberapa bagian masih ada rangka konstruksi dan bagian yang masih dalam tahap pengerjaan. Walau cuaca di luar terik, begitu masuk ke dalam chedi langsung terasa dingin meskipun non-ac.
Terdiri dari 6 lantai, di lantai pertama terdapat patung seorang Sangha. Kabarnya Phra Maha Chedi Chai Mongkol ini didedikasikan untuk Sangha tersebut. Lantai-lantai berikutnya hampir serupa dimana di tengahnya terdapat patung Sang Buddha dan beberapa Sangha. Lantai empat merupakan museum dan lantai lima berisi tangga melingkar yang menuju puncak stupa tempat relik Buddha bersemayam.
Saat hendak pulang dari sini dekat pintu masuk terdapat dua buah gong besar, yang unik dari gong ini adalah cara membunyikannya tidak dengan dipukul. Aku menyaksikan dan mendengarkan sendiri saat seorang Sangha di rombongan kami membunyikannya hanya dengan mengusap-usap seperti di gambar yang berhasil tertangkap kameraku. Tapi suara yang dihasilkan sangat mencengangkan, sampai menggema ke penjuru pelataran chedi. Spontan aku mengangkat kedua tanganku untuk menutup kuping saat suara sudah semakin membahana merasuk ke sekujur tubuh. Ada beberapa peserta tour yang mencoba membunyikan dengan cara yang serupa tapi kebanyakan tidak berhasil, termasuk aku yang hanya mengeluarkan suara pelan saja (yang penting nyoba, daripada penasaran kan). Dengan ini berakhir sudah perjalananku di chedi yang megah ini. Semoga masih ada jodoh untuk bisa ke sini lagi kala sudah benar-benar rampung.
Terletak di Sikhiu, Nakhon Ratchasima (Korat) masih di bagian Timur Laut Thailand. Propinsi Nakhon Ratchasima merupakan bagian paling Selatan-nya Isan yang berbatasan dengan bagian sentral / pusat Thailand. Kuil yang didedikasikan untuk Sangha Luang Phor Toh ini masih tergolong baru dan juga masih dalam tahap pengerjaan. Di tanah ini semula hanya berdiri patung berwarna emas Luang Phor Toh sampai dengan seorang bintang film Thailand terkenal bernama Khun Sorapong Chatri membeli tanah di sekitarnya dan mendanai pembangunan konstruksi awal dari kuil ini, dari sinilah istilah "The Movie Star Temple" diperoleh. Buat yang mau bertemu langsung dengan artisnya si katanya bisa datang ke sini setiap akhir pekan, beliau suka melakukan penggalangan dana di sini demi kelancaran pembangunan kuil. Sayangnya kami berkunjung pada hari Senin, tapi walau tidak bertemu langsung dengan artisnya kita tetap bisa menyumbang dana untuk pembangunan kuil kok.
Hampir di setiap penjuru kuil tersebar kotak-kotak amal, di pusat informasi kita bisa berdana dan menuliskan data diri kita di balik genteng yang kelak akan digunakan, di gedung utama tempat patung Luang Phor Toh kita juga bisa berdana, memanjatkan doa dan menempelkan kertas emas di patung Luang Por Thoh yang lebih kecil. Buat yang mau beli cindera mata juga tersedia di pusat informasi dekat pintu masuk. Selepas dari sini kami hanya mampir di rest area yang cukup besar untuk makan, beristirahat, dan beli cemilan yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kembali menuju Bangkok.
Pada keesokan paginya, kami sudah harus segera bersiap lengkap dengan koper-koper untuk berangkat menuju kota berikutnya di bagian Timur Laut (Isan) Thailand, Buriram. Dikarenakan lalu lintas kota Bangkok yang cukup padat, menjelang siang kami baru mulai memasuki jalan tol dan mampir sejenak untuk makan siang di salah satu rest area. Yang tidak lain adalah McD, salah satu restoran cepat saji yang sering jadi penyelamatku di kala lapar di beberapa negara yang pernah kudatangi. Setelah McD, tempat-tempat berikut yang kami singgahi selama perjalanan hanyalah rest area demi rest area, selain jalan tol tentunya. Itupun demi memenuhi panggilan alam untuk buang air kecil, sambil sesekali belanja snack dan cemilan unik dari daerah-daerah tersebut.
Buriram, 15 Februari 2014
Kurang lebih 10 jam terhitung sudah sejak kami meninggalkan kota Bangkok, tidur-tidur ayam di dalam bis ternyata nyaris tidak membantu untuk mengisi energi tubuhku. Terbangun dengan tubuh pegal-pegal, melirik jendela sebentar sambil selentingan mendengar pengumuman kalau kami akhirnya memasuki Buriram. Tidak lama kemudian kami diturunkan di tempat belanja terlengkap dan terbesar di Buriram, semacam mal raksasa yang isinya beragam mulai dari supermarket, gerai pakaian, bank, kosmetik dan tempat makan. Sebagai catatan penduduk lokal di sini nyaris tidak bisa berbahasa Inggris, bahkan sampai ke pegawai bank-nya sekalipun. Bahasa tubuh menjadi bahasa andalan selama di sini. Sudah puas berbelanja di mal tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan ke Thepnakorn Hotel untuk bermalam di Buriram.
Buriram, 16 Februari 2014
Bunga-bunga cantik menyambut pagi di Buriram |
Es krim di batok kelapa yang wajib coba |
Roi Et, 16 Februari 2014
Phra Maha Chedi Chai Mongkol
Tampak luar chedi |
Untuk menuju ke kuilnya sendiri yang terletak di puncak bukit Namyoi masih butuh naik ke atas lagi, bisa dengan berjalan kaki melewati jalanan yang bentuknya menyerupai tembok cina atau dengan menggunakan jasa angkutan yang disediakan. Jaraknya sih tidak begitu jauh, untuk yang ingin menikmati pemandangan dan tidak terburu-buru mungkin lebih baik mencoba rute berjalan kaki. Setibanya di komplek kuil, kami langsung disambut dengan nuansa putih berbalut emas yang menghias mulai dari pagar luar, chedi (stupa) dan delapan stupa yang lebih kecil mengelilingi chedi. Chedi ini memiliki panjang, lebar, dan tinggi serba 101 meter dan berdiri di atas 101 rai (sekitar 16,16 hektar) yang diambil dari nama propinsi Roi Et yang memiliki arti 101 dalam bahasa Thai.
Pucuk chedi |
Terdiri dari 6 lantai, di lantai pertama terdapat patung seorang Sangha. Kabarnya Phra Maha Chedi Chai Mongkol ini didedikasikan untuk Sangha tersebut. Lantai-lantai berikutnya hampir serupa dimana di tengahnya terdapat patung Sang Buddha dan beberapa Sangha. Lantai empat merupakan museum dan lantai lima berisi tangga melingkar yang menuju puncak stupa tempat relik Buddha bersemayam.
Patung naga berkepala lima yang mencuat dari dalam mulut naga merupakan penjaga dari gerbang masuk komplek Phra Maha Chedi Chai Mongkol |
Lihat deretan patung ini bikin spontan berdecak kagum, karya yang sangat membutuhkan ketelitian |
Para umat sedang bersiap membaca Parita |
Wat Buraphaphiram
Masih di propinsi Roi Et, kali ini di kota Roi Et-nya kami mengunjungi tempat berikut yaitu Wat Buraphaphiram. Tidak terasa saat kami tiba hari sudah mulai gelap, saat mendekati tujuan sudah langsung bisa terlihat apa yang membuat tempat ini spesial. Wat Buraphaphiram terkenal dengan patung Buddha berdiri tertinggi di Thailand dengan ketinggian 67,85 meter. Di sekelilingnya terdapat taman yang berisi patung-patung yang menggambarkan kisah Sang Buddha dan goa kecil yang berisi patung Buddha. Sedangkan di dasarnya terdapat tempat sembahyang (bagi yang ingin sembahyang bisa membeli paket, dupa, dan lilin dengan biaya sukarela dari penjual sekitar) dan museum. Kami tidak lama di sini karena sudah saatnya mencari tempat untuk makan malam yang dilanjutkan dengan perjalanan kembali ke Buriram untuk beristirahat.
Bandingkan ukuran patung dengan bis tingkat tersebut, kebayang kan tingginya |
Sisi luar gua dihiasi dengan patung-patung Sang Buddha |
Buriram, 17 Februari 2014
Prasat Muang Tam
Di hari terakhir kami di Buriram, setelah check out dari Thepnakorn Hotel kami segera menuju ke Prasat Muang Tam dengan tiket masuk seharga THB 30. Setelah puas mengunjungi kuil-kuil Buddha kali ini giliran mengunjungi candi peninggalan agama Hindhu yang berlokasi di distrik Prakhon Chai, propinsi Buriram. Candi Khmer yang sudah berdiri sejak awal abad ke-11 ini didirikan untuk memuja Dewa Shiva. Dengan bagian luar dibentengi tembok batu, di pelataran dalam terdapat empat kolam yang cantik di tengah guguran bunga bernuansa oranye, dan lima menara batu di tengah pelataran tersebut. Menara-menara batu tersebut menggambarkan pusat dari alam semesta dan berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Perpaduan warna jingga dari bunga bermekaran di pinggir kolam cantik buat difoto |
Bagian tengah Prasat Muang Tam, melambangkan pusat kosmos |
Nakhon Ratchasima, 17 Februari 2014
Wat Luang Phor Toh (Thai Movie Star Temple)
Narsis time |
Gedung lain di komplek yang sama |
Pemandangan para umat yang menempelkan kertas emas ke patung Luang Phor Toh |
Bangkok, 17 Februari 2014
Untuk kedua kalinya kami tiba di Bangkok menjelang tengah malam, hanya saja kali ini sekedar numpang tidur dan meluruskan badan saja. Karena agenda berikutnya adalah Airport Don Mueang untuk bertolak dari Bangkok, Thailand menuju Siem Reap, Kamboja. Sampai ketemu di Angkor Watt di post berikutnya byee ^_^
Mejeng sebentar di Airpot Don Mueang |