Trip: Tour Kelam dari Phnom Penh, Kamboja
8:00 AMPhnom Penh, 19 Februari 2014
Singgah sebentar di pasar di tengah perjalanan untuk mengisi perut |
Terlepas dari tampilannya, makanan ini enak banget. Setelah bersusah payah bertanya ke tamu yang sedang makan dan menunjuk mangkuk makanannya ke ibu penjual gerobak makanan di pasar. |
Kota Phnom Penh, diambil dari lantai 2 hotel Dara Reang Say. Sebetulnya lantai 3 karena semua hotel di Kamboja berawal dari lantai GF untuk lobby-nya. |
Phnom Penh, 20 Februari 2014
Royal Palace
Royal Palace
Setelah tidur pulas, saatnya bangun dan menikmati breakfast lezat yang disediakan oleh Dara Reang Sey. Tujuan pertama kami di Phnom Penh adalah istana kerajaan, karena tidak bisa masuk maka kami pun hanya sibuk bernarsis ria di depan istana. Banyak burung merpati di pelataran istana, lengkap dengan makanan burung yang bisa dibeli seharga Rp.10.000 buat yang berminat untuk memberi makan burung-burung merpati tersebut.
S-21 (Tuol Sleng Genocide Museum)
Tujuan kali ini tidak ditujukan untuk yang anak-anak, orang tua, maupun yang lemah jantung. Bangunan yang semula berfungsi sebagai sekolah ini, telah diubah fungsi-nya menjadi sebuah penjara dan tempat penyiksaan pada rezim Pol Pot. Ada yang belum tau siapa itu Pol Pot? Singkat cerita beliau merupakan ketua dari Khmer Rouge, sebuah pergerakan berbasis komunis yang pada awalnya disambut oleh rakyat Kamboja sebagai gerakan pembebas dari kudeta yang dilakukan oleh Lonol terhadap pemimpin Kamboja sebelumnya. Tanpa diduga ternyata masa Pol Pot jauh lebih kelam dan kejam, berlatar belakang dari profesi sebelumnya sebagai seorang guru beliau merekrut banyak anak muda desa untuk menjadi antek-anteknya. Karena anak muda cenderung mudah dimanipulasi, dengan mencuci otak mereka bahwa orang-orang kota lah yang bertanggung jawab atas pemboman dan pembunuhan terhadap sanak keluarga mereka. Sehingga mereka pun tidak ragu untuk berlaku kejam karena berlandaskan rasa dendam. Pada masa rezim Pol Pot hampir 1/3 dari penduduk Kamboja dibunuh dengan kejam dan yang masih hidup pun diharuskan kerja paksa dengan makanan yang tidak bisa disebut layak.
Karena beraliran komunis yang cenderung mengutamakan kesetaraan, tidak perlu ada agama dan pendidikan. Sekolah-sekolah dan pagoda-pagoda pun beralih fungsi menjadi penjara, tempat interogasi dan penyiksaan atau gudang penyimpanan. Tidak terkecuali dengan S-21 (Security Prison 21), sekolah ini pun beralih fungsi menjadi penjara sekaligus tempat interogasi dan penyiksaan terutama untuk tahanan politik ataupun orang-orang penting. Tediri dari beberapa gedung, gedung A terletak paling dekat dengan pintu masuk di lantai dasarnya berisi ruang penyiksaan dan interogasi untuk para tahanan penting yang pada akhirnya dibunuh dengan mengenaskan di ruang yang sama. Masih bisa terlihat bercak darah yang mengering di lantai ruangan-ruangan tersebut, sedangkan di salah satu sisi tembok terdapat foto posisi jenazah dari korban saat ditemukan di sana. Buat yang ingin tahu lebih banyak bisa meneruskan perjalanan ke lantai 1 (lantai 2 buat kita) dari gedung ini, dimana tersimpan dokumentasi peninggalan Pol Pot. Dan di malam hari ada jadwal menonton film dokumentasi bersama. Lanjut ke gedung berikutnya di gedung C, dimana lantai dasar berisi sel tahanan kecil-kecil yang disekat dengan batu-bata, lantai 1 dengan sekat kayu dan lantai 2 ruang penyimpanan. Lanjut ke gedung berikutnya berisi foto-foto para kader dan korban, gambar cara penyiksaan, bekas alat-alat penyiksaan dan altar untuk memberi penghormatan dan memanjatkan doa. Masih ada beberapa gedung yang kami tidak masuki saat itu, tapi sudah cukup gambaran yang bisa didapat tentang kejamnya masa rezim Pol Pot saat itu. Karena pada akhir tour kami di sini, grup kami sudah berkurang banyak. Sebagian besar tidak kuat dan memilih untuk kembali ke bis atau menunggu di pintu masuk, bahkan ada yang nyaris "ditumpangi".
Di halaman sekolah terdapat 14 makam dari sisa tahanan yang terakhir kali dibunuh di penjara ini, para tahanan ini dibunuh pada saat Khmer Rogue terpukul mundur oleh rakyat Kamboja yang bersatu dengan Vietnam. Sebagai 14 korban terakhir dari kekejaman Khmer Rogue di S-21, sebagai penghormatan mereka pun dimakamkan di sini. Juga bisa ditemui di sini 2 korban yang selamat dari kekejian Khmer Rogue di S-21 ini, walau sudah berusia lanjut tapi tetap kenangan itu tidak akan lepas dari ingatan mereka selamanya. Buat yang berminat dapat membeli buku yang ditulis berdasarkan kesaksian telinga mereka.
Choeung Ek (Killing Fields)
Berlanjut dari S-21, tujuan berikutnya adalah Killing Fields sesuai namanya tempat ini merupakan salah satu dari 300 tempat pembantaian Khmer Rogue yang paling terkenal. Tempat yang berlokasi 15 km di Tenggara kota Phnom Penh ini ditemukan oleh penduduk sekitar pada saat air sedang naik pada musim hujan, tengkorak-tengkorak yang terkubur kurang dalam mencuat muncul terapung di permukaan air. Dan setelah dilakukan penggalian lebih lanjut ternyata ditemukan lebih banyak lagi tulang-belulang yang terkubur di sana, mulai dari orang dewasa sampai dengan anak-anak dari yang utuh maupun yang hanya kepala atau hanya badannya saja. Tulang belulang ini kini tersusun dengan rapi di pagoda yang didirikan di tengah Killing Fields sebagai penghormatan kepada para korban dari Khmer Rouge tersebut.
Tempat ini terbagi menjadi beberapa bagian, di satu sisi terdapat kebun tempat kerja paksa, mereka dipaksa bekerja dengan hanya berbekal bubur semangkuk saja per hari nya. Di sisi lain merupakan tempat eksekusi dimana pada saat eksekusi speaker yang dipasang di tengah lapangan sengaja menyiarkan lagu dengan volume yang keras untuk meredam jeritan para korban yang dieksekusi supaya para tahanan lain tidak panik. Adapun korban yang dieksekusi di sini sebagian besar dibawa dari rumah-rumah tahanan lain, mereka diiming-imingi sudah boleh kembali ke keluarga mereka di kampung atau dibebaskan ke tempat baru. Dengan mata yang tertutup mereka diangkut dengan truk penuh harapan akan kebebasan yang ternyata berakhir dengan kebebasan selama-lamanya. Setelah dieksekusi mereka dimasukkan ke dalam satu lubang besar dan dituangkan cairan kimia untuk menghilangkan bau busuk sekaligus membunuh korban yang mungkin masih selamat saat dikubur. Adapun cara eksekusi menggunakan berbagai peralatan berat yang dipukulkan atau ditusukkan ke korban, untuk menggantikan penggunaan peluru yang menelan biaya lebih besar jika dengan eksekusi tembak. Sebagai catatan tambahan di lapangan yang dulunya merupakan komplek kuburan cina ini banyak sekali lubang-lubang besar yang berisi kerangka dari para korban.
Ada satu hal yang sangat berkesan selama mendengarkan audio guide di Killing Fields ini, yaitu saat menyusuri pinggiran rawa sembari mendengarkan lantunan lagu "A Memory from Darkness" oleh Him Sophy dan kesaksian dari para korban dan saksi yang selamat, membuat kita turut merenungkan betapa beruntungnya kita yang masih bisa hidup layak di zaman sekarang ini. Dan sudah sepatutnya lah kita turut mendoakan mereka yang telah meninggal di sini supaya bisa terlahir di alam yang bahagia, buat yang ingin mendoakan atau memberikan penghormatan kepada para korban bisa dilakukan di pagoda yang berlokasi di tengah lapangan tempat tulang-belulang mereka bersemayam.
Central Market
Seperti biasa namanya melancong pasti mampir buat belanja, kali ini kami dibawa ke Central Market yang merupakan pasar terbesar di Asia pada saat peresmiannya di tahun 1937. Berdasarkan rancangan tangan orang Perancis arsitektur dari pasar ini mementingkan sisi estetika maupun fungsi. Berbentuk menyerupai kubah besar dengan empat pintu masuk berupa lorong, saat berada di dalam kubah cukup dengan penerangan cahaya matahari dari luar saja membuat seisi kubah menjadi terang. Yang perlu diperhatikan adalah karena besarnya pasar ini dan bentuknya yang hampir mirip di keempat penjuru lorongnya jangan sampai tersesat saat keluar. Bisa saja kita keluar di sisi lain dari kita masuk pertama kali, lebih baik hafalkan patokan gedung di seberang pasar. Di pasar ini kita bisa puas berbelanja mulai dari pakaian wanita maupun pria, batu, perak, elektronik, suvenir, money changer, tas, sampai dengan jajanan pasar. Di dalam pasar ini tepatnya di bagian pakaian wanita ada jajanan es yang enak, walaupun penjualnya engko-engko yang cukup galak mungkin karena kendala bahasa dan kami yang terlalu lama memilih karena banyaknya pilihan isi untuk es yang membuat kami bingung. Tapi jajanan ini patut dicoba, tak heran banyak yang berkerumun untuk makan di sini. Kami menghabiskan waktu di sini sampai dengan pukul lima sore, tepat sampai waktu pasar tutup. Saatnya berkumpul melanjutkan perjalanan kembali.
Patung Lady Penh
Patung ini terletak dekat dengan Wat Phnom dan memiliki sejarah sendiri dengan kota Phnom Penh. Konon Lady Penh adalah seorang wanita kaya, pada saat sungai Mekong banjir ada sebuah pohon yang terdampar di pekarangan rumahnya. Dimana di dalamnya terdapat 4 buah patung Buddha yang terbuat dari perunggu. Akhirnya Lady Penh memutuskan untuk mendirikan sebuah kuil di sana, yang kemudian ramai pengunjung dan terkenal. Sampai pada saat Thailand menyerbu Angkor, akhirnya ibukota Kamboja dipindahkan ke Phnom Penh (Bukit Lady Penh).
Wat Phnom
Wat Phnom adalah kuil yang didirikan oleh Lady Penh, kuil yang terletak di atas bukit ini merupakan cikal bakalnya ibukota Kamboja, Phnom Penh. Sayang kami tiba waktu itu sudah menjelang malam dan bertepatan dengan waktu penyemprotan nyamuk sehingga kuil tertutup untuk umum. Jadi harus cukup puas hanya dengan melihat tampak luarnya saja.
Mekong River
Kalau sudah di Phnom Penh jangan sampai lupa untuk mampir ke sungai yang satu ini, sungai yang melintasi multi negara ini wajib untuk dikunjungi. Mulai dari Cina, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam semua negara ini dilintasi oleh Sungai Mekong. Pada malam itu kami berkesempatan untuk melintasi sungai tersebut dengan kapal sambil menikmati makan malam. Yang pasti asyik banget, santapan yang super lezat ditemani dengan air tebu yang merupakan minuman favorit di negara ini pokoknya mantap. Tidak terasa setelah selesai makan dan berfoto ria tiba saatnya kapal untuk kembali ke daratan, saatnya balik ke hotel untuk istirahat.
Kisah selanjutnya mungkin ada yang percaya ada juga yang tidak, masih di hotel yang sama di kamar yang sama sepulang dari S-21 dan Killing Fields semua tidaklah lagi terasa sama. Dan hal ini tidaklah dirasakan oleh sebagian orang saja, mama saya yang di malam itu ingin berkunjung ke kamar sebelah tiba-tiba mendengarkan siulan seseorang di lorong kamar padahal setelah dilihat dengan seksama ke sekitar tidak ada siapa-siapa di sana. Di dalam kamar saat hendak tidur mama dan saya mendengar suara benda jatuh dari tengah kamar tapi setelah dilihat tidak ada posisi benda yang berubah. Di pagi harinya kami juga mendengar cerita kalau ada seorang peserta tour lainnya yang melihat seorang anak kecil di dalam kamar mandi. Sampai akhirnya pemimpin tour bercerita kalau semua itu adalah hal yang sudah wajar dan kerap terjadi setiap ada yang pulang berkunjung dari S-21 atau Killing Fields, singkat kata ada yang "ikut pulang". Jadi sudah siapkah Anda untuk berwisata ke Phnom Penh? Kisah ini sekaligus mengakhiri perjalananku di Kamboja, saatnya lanjut ke Vietnam via darat.
Tujuan kali ini tidak ditujukan untuk yang anak-anak, orang tua, maupun yang lemah jantung. Bangunan yang semula berfungsi sebagai sekolah ini, telah diubah fungsi-nya menjadi sebuah penjara dan tempat penyiksaan pada rezim Pol Pot. Ada yang belum tau siapa itu Pol Pot? Singkat cerita beliau merupakan ketua dari Khmer Rouge, sebuah pergerakan berbasis komunis yang pada awalnya disambut oleh rakyat Kamboja sebagai gerakan pembebas dari kudeta yang dilakukan oleh Lonol terhadap pemimpin Kamboja sebelumnya. Tanpa diduga ternyata masa Pol Pot jauh lebih kelam dan kejam, berlatar belakang dari profesi sebelumnya sebagai seorang guru beliau merekrut banyak anak muda desa untuk menjadi antek-anteknya. Karena anak muda cenderung mudah dimanipulasi, dengan mencuci otak mereka bahwa orang-orang kota lah yang bertanggung jawab atas pemboman dan pembunuhan terhadap sanak keluarga mereka. Sehingga mereka pun tidak ragu untuk berlaku kejam karena berlandaskan rasa dendam. Pada masa rezim Pol Pot hampir 1/3 dari penduduk Kamboja dibunuh dengan kejam dan yang masih hidup pun diharuskan kerja paksa dengan makanan yang tidak bisa disebut layak.
Karena beraliran komunis yang cenderung mengutamakan kesetaraan, tidak perlu ada agama dan pendidikan. Sekolah-sekolah dan pagoda-pagoda pun beralih fungsi menjadi penjara, tempat interogasi dan penyiksaan atau gudang penyimpanan. Tidak terkecuali dengan S-21 (Security Prison 21), sekolah ini pun beralih fungsi menjadi penjara sekaligus tempat interogasi dan penyiksaan terutama untuk tahanan politik ataupun orang-orang penting. Tediri dari beberapa gedung, gedung A terletak paling dekat dengan pintu masuk di lantai dasarnya berisi ruang penyiksaan dan interogasi untuk para tahanan penting yang pada akhirnya dibunuh dengan mengenaskan di ruang yang sama. Masih bisa terlihat bercak darah yang mengering di lantai ruangan-ruangan tersebut, sedangkan di salah satu sisi tembok terdapat foto posisi jenazah dari korban saat ditemukan di sana. Buat yang ingin tahu lebih banyak bisa meneruskan perjalanan ke lantai 1 (lantai 2 buat kita) dari gedung ini, dimana tersimpan dokumentasi peninggalan Pol Pot. Dan di malam hari ada jadwal menonton film dokumentasi bersama. Lanjut ke gedung berikutnya di gedung C, dimana lantai dasar berisi sel tahanan kecil-kecil yang disekat dengan batu-bata, lantai 1 dengan sekat kayu dan lantai 2 ruang penyimpanan. Lanjut ke gedung berikutnya berisi foto-foto para kader dan korban, gambar cara penyiksaan, bekas alat-alat penyiksaan dan altar untuk memberi penghormatan dan memanjatkan doa. Masih ada beberapa gedung yang kami tidak masuki saat itu, tapi sudah cukup gambaran yang bisa didapat tentang kejamnya masa rezim Pol Pot saat itu. Karena pada akhir tour kami di sini, grup kami sudah berkurang banyak. Sebagian besar tidak kuat dan memilih untuk kembali ke bis atau menunggu di pintu masuk, bahkan ada yang nyaris "ditumpangi".
Di halaman sekolah terdapat 14 makam dari sisa tahanan yang terakhir kali dibunuh di penjara ini, para tahanan ini dibunuh pada saat Khmer Rogue terpukul mundur oleh rakyat Kamboja yang bersatu dengan Vietnam. Sebagai 14 korban terakhir dari kekejaman Khmer Rogue di S-21, sebagai penghormatan mereka pun dimakamkan di sini. Juga bisa ditemui di sini 2 korban yang selamat dari kekejian Khmer Rogue di S-21 ini, walau sudah berusia lanjut tapi tetap kenangan itu tidak akan lepas dari ingatan mereka selamanya. Buat yang berminat dapat membeli buku yang ditulis berdasarkan kesaksian telinga mereka.
Salah satu ruang kelas untuk tahanan penting (gedung A, lantai dasar) Terdapat ranjang tempat mereka dirantai dan kotak bekas amunisi untuk buang hajat |
Ruang kelas di bangunan yang berbeda, disekat-sekat lagi supaya bisa memuat lebih banyak. Di sinilah para tahanan ditahan dan disiksa (gedung C, lantai dasar). |
Kawat berduri pun dipasang di sekeliling bangunan sekolah untuk mencegah tahanan yang ingin melarikan diri atau bunuh diri meloncat dari atas karena tidak tahan disiksa. |
Lambang seperti ini sering kita temui di sini, sebagai peringatan tidak boleh berisik untuk menghormati para korban yang telah meninggal di sini. |
Choeung Ek (Killing Fields)
Berlanjut dari S-21, tujuan berikutnya adalah Killing Fields sesuai namanya tempat ini merupakan salah satu dari 300 tempat pembantaian Khmer Rogue yang paling terkenal. Tempat yang berlokasi 15 km di Tenggara kota Phnom Penh ini ditemukan oleh penduduk sekitar pada saat air sedang naik pada musim hujan, tengkorak-tengkorak yang terkubur kurang dalam mencuat muncul terapung di permukaan air. Dan setelah dilakukan penggalian lebih lanjut ternyata ditemukan lebih banyak lagi tulang-belulang yang terkubur di sana, mulai dari orang dewasa sampai dengan anak-anak dari yang utuh maupun yang hanya kepala atau hanya badannya saja. Tulang belulang ini kini tersusun dengan rapi di pagoda yang didirikan di tengah Killing Fields sebagai penghormatan kepada para korban dari Khmer Rouge tersebut.
Pohon tempat speaker menyiarkan lagu ke penjuru komplek untuk kamuflase |
Ada satu hal yang sangat berkesan selama mendengarkan audio guide di Killing Fields ini, yaitu saat menyusuri pinggiran rawa sembari mendengarkan lantunan lagu "A Memory from Darkness" oleh Him Sophy dan kesaksian dari para korban dan saksi yang selamat, membuat kita turut merenungkan betapa beruntungnya kita yang masih bisa hidup layak di zaman sekarang ini. Dan sudah sepatutnya lah kita turut mendoakan mereka yang telah meninggal di sini supaya bisa terlahir di alam yang bahagia, buat yang ingin mendoakan atau memberikan penghormatan kepada para korban bisa dilakukan di pagoda yang berlokasi di tengah lapangan tempat tulang-belulang mereka bersemayam.
Berpose di depan pagoda penghormatan para korban di Killing Fields |
Pemandangan tempat para korban dibunuh dan dikubur massal, kini hanya berupa lubang-lubang besar setelah tulang belulang mereka diekskavasi. |
Seragam kader Polpot (ki-wanita, ka-pria), salah satu yang bisa kita temui di museum Killing Fields dari banyak peninggalan dan dokumentasi lainnya, terletak di kanan dari loket tiket. |
Central Market
Seperti biasa namanya melancong pasti mampir buat belanja, kali ini kami dibawa ke Central Market yang merupakan pasar terbesar di Asia pada saat peresmiannya di tahun 1937. Berdasarkan rancangan tangan orang Perancis arsitektur dari pasar ini mementingkan sisi estetika maupun fungsi. Berbentuk menyerupai kubah besar dengan empat pintu masuk berupa lorong, saat berada di dalam kubah cukup dengan penerangan cahaya matahari dari luar saja membuat seisi kubah menjadi terang. Yang perlu diperhatikan adalah karena besarnya pasar ini dan bentuknya yang hampir mirip di keempat penjuru lorongnya jangan sampai tersesat saat keluar. Bisa saja kita keluar di sisi lain dari kita masuk pertama kali, lebih baik hafalkan patokan gedung di seberang pasar. Di pasar ini kita bisa puas berbelanja mulai dari pakaian wanita maupun pria, batu, perak, elektronik, suvenir, money changer, tas, sampai dengan jajanan pasar. Di dalam pasar ini tepatnya di bagian pakaian wanita ada jajanan es yang enak, walaupun penjualnya engko-engko yang cukup galak mungkin karena kendala bahasa dan kami yang terlalu lama memilih karena banyaknya pilihan isi untuk es yang membuat kami bingung. Tapi jajanan ini patut dicoba, tak heran banyak yang berkerumun untuk makan di sini. Kami menghabiskan waktu di sini sampai dengan pukul lima sore, tepat sampai waktu pasar tutup. Saatnya berkumpul melanjutkan perjalanan kembali.
Interior kubah Central Market, dirancang tetap terang hanya dengan cahaya matahari |
Nah, ini kedai si engko si penjual es, enak dan segar untuk cuaca Kamboja yang panas |
Patung Lady Penh
Patung ini terletak dekat dengan Wat Phnom dan memiliki sejarah sendiri dengan kota Phnom Penh. Konon Lady Penh adalah seorang wanita kaya, pada saat sungai Mekong banjir ada sebuah pohon yang terdampar di pekarangan rumahnya. Dimana di dalamnya terdapat 4 buah patung Buddha yang terbuat dari perunggu. Akhirnya Lady Penh memutuskan untuk mendirikan sebuah kuil di sana, yang kemudian ramai pengunjung dan terkenal. Sampai pada saat Thailand menyerbu Angkor, akhirnya ibukota Kamboja dipindahkan ke Phnom Penh (Bukit Lady Penh).
Patung Lady Penh yang dibangun tepat menghadap bukti tempat Wat Phnom berdiri |
Wat Phnom
Wat Phnom adalah kuil yang didirikan oleh Lady Penh, kuil yang terletak di atas bukit ini merupakan cikal bakalnya ibukota Kamboja, Phnom Penh. Sayang kami tiba waktu itu sudah menjelang malam dan bertepatan dengan waktu penyemprotan nyamuk sehingga kuil tertutup untuk umum. Jadi harus cukup puas hanya dengan melihat tampak luarnya saja.
Jam besar di dasar bukit, maaf buat yang ikut kefoto :) |
Tampak luar Wat Phnom di kala senja |
Mekong River
Kalau sudah di Phnom Penh jangan sampai lupa untuk mampir ke sungai yang satu ini, sungai yang melintasi multi negara ini wajib untuk dikunjungi. Mulai dari Cina, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam semua negara ini dilintasi oleh Sungai Mekong. Pada malam itu kami berkesempatan untuk melintasi sungai tersebut dengan kapal sambil menikmati makan malam. Yang pasti asyik banget, santapan yang super lezat ditemani dengan air tebu yang merupakan minuman favorit di negara ini pokoknya mantap. Tidak terasa setelah selesai makan dan berfoto ria tiba saatnya kapal untuk kembali ke daratan, saatnya balik ke hotel untuk istirahat.
Pose sebentar di atas kapal yang melintasi Sungai Mekong dengan wajah yang sedikit kucel setelah seharian penuh berkeliling Phnom Penh |
Sungai Mekong di siang hari (diambil dari atas bis saat hendak meninggalkan Kamboja menuju Vietnam) Sedikit tips, sisakan sedikit uang kecil Real untuk bayar toilet sepanjang perjalanan darat |
Berpose sejenak di Bavet, perbatasan antara negara Kamboja dan Vietnam. Sampai jumpa Kamboja dan selamat datang di Vietnam, until then ^-^ |
0 comments
New comments are not allowed.